Naik gunung dulu seringkali disertai urgensi untuk menyingkir dari keriuhan manusia; mencari tempat sejati diantara pepohonan; mendekat ke langit tanpa meninggalkan bumi; membekukan cinta akan kehangatan dunia; dan hal-hal melankolis semacam itu.
“Nyatanya sekarang naik gunung sudah jadi lifestyle saja; kegiatan turistik biasa.”, begitu kata seorang teman saya.
Hmm, mungkin saja sih. Toh, semakin tua, sepertinya kadar kelabilan emosi kita semakin menurun. Semakin banyak pengalaman pahit, kita pun semakin dewasa, semakin stabil. Mungkin begitu. Semakin dewasa, kita semakin malas untuk “mencabut Semeru hingga ke akarnya”. Yah, lagipula untuk apa?
Semakin dewasa, hidup kita sendiri sepertinya sudah mengakar. Jangankan mencabut Semeru dari akarnya, mencabut akar hidup kita pun sulit. Begitupula dengan naik gunung. Kegiatan yang dulunya hanya berlandaskan kelabilan emosi, kini sepertinya sudah mengakar saja bagi saya…
***