Yusuf: Kisah Terbaik versi Al-Qur’an; dan Happy Ending

Yusuf: Kisah Terbaik versi Al-Qur’an; dan Happy Ending

Jika sebelum ini anda bertanya kepada saya apa kisah terbaik dalam Al-Qur’an, mungkin saya akan bingung dan menjawab secara diplomatis: semua kisah dalam Al-Qur’an adalah kisah-kisah terbaik. Saya akan kesulitan memilih cerita mana yang lebih bagus, apakah Nabi Musa vs Fir’aun, ataukah Nabi Ibrahim dan Isma’il, ataukah kisah Maryam dan Nabi Isa, ataukah kisah Nabi Musa dan Khidr, ataukah kisah Ashabul Kahfi; banyak sekali kisah-kisah yang menarik dalam Al-Qur’an. Tapi saya baru tahu, ada satu kisah yang dideskripsikan Al-Qur’an sebagai ahsanal qasas: kisah terbaik. Dan tidak saya duga, kisah itu adalah kisah Yusuf dalam surat yang didedikasikan dengan nama beliau sendiri: Yusuf.

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَٰذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.

Yah, fakta ini tentu berarti banyak juga buat saya yang punya nama tengah Yusuf. Saya pernah menulis bahwa saya suka surat Al-Fajr karena nama suratnya sama dengan nama saya (nama yang diberi Ibu saya dan diizinkan oleh Allah SWT). Jadi ketika kisah Yusuf dibilang sebagai kisah yang terbaik, saya agak merasa tersanjung juga, karena Ibu pasti memberi saya nama Yusuf terinspirasi dari kisah beliau. Mungkin nanti saya juga mesti bikin artikel tentang Muttaqin, nama belakang saya, hehe… (Ya, nama saya Fajrin Yusuf Muttaqin, salam kenal 🙂 )

Saya sebenarnya bertanya-tanya, kenapa kisah Nabi Yusuf as ini didapuk sebagai kisah terbaik, karena banyak cerita lain yang sebegitu bikin takjub; seperti laut terbelah, api yang menjadi dingin, unta yang keluar dari dalam batu, kerajaan yang meliputi hewan dan jin dan bahkan angin, atau bahkan cerita banjir besar yang menenggelamkan semua peradaban. It was all extraordinary.

Cerita Nabi Yusuf as sepertinya cerita yang “relatif biasa saja” jika dibandingkan dengan keajaiban-keajaiban cerita yang lain; atau katakanlah cerita Ulul Azmi; lima nabi yang utama. Nabi Yusuf as “hanya” diberi kemampuan takwil mimpi; dengan cobaan-cobaan yang mungkin diberikan juga pada manusia yang lain, seperti digoda wanita, dicemburui saudara-saudara, terpisah dari orang tua, dan difitnah hingga masuk penjara. Bandingkan dengan cobaan dikejar pasukan raja lalim Fir’aun, atau cobaan menyembelih anak sendiri, atau dimakan ikan paus, atau cobaan-cobaan ajaib lainnya.

Satu pertanyaan yang mestinya muncul, mengapa?

Untuk menjawab pertanyaan itu, kita mesti menyelami Surat Yusuf dan menyelami ceritanya. Dan untuk menceritakan kisahnya secara terperinci per ayat dalam Al-Qur’an, sembari memetik hikmahnya, mungkin saya harus bikin buku; yang mana mau saja saya lakukan, jika sudah independen secara finansial, Insya Allah. Di Bayyinah TV, penjelasan surat Yusuf ini ada 15 video yang masing-masing berdurasi sekitar setengah jam (worth watching than any movie series). Jadi lumayan banyak pelajarannya.

Di sini, saya hanya ingin menulis satu saja hasil pembelajaran saya tentang kisah ini. Terutama tentang konteks ketika surat Yusuf ini turun.

Surat Yusuf turun pada tahun kesedihan (‘amul huzn) Nabi Muhammad SAW. Di tahun tersebut, Nabi Muhammad SAW kehilangan istri yang dicintainya, Khadijah, lalu juga ditinggal paman beliau yang selama hidupnya begitu diharapkannya untuk mengucapkan syahadat, namun tak jua terucap. Jika anda tahu betapa berartinya kedua sosok tersebut bagi pribadi Nabi Muhammad SAW, anda bakal kesulitan mencari kata-kata penghiburan untuk beliau. Saya sendiri tidak dapat membayangkan diri saya mendapatkan kesedihan semacam itu.

Lalu Allah SWT menurunkan satu paket kisah Nabi Yusuf as sebagai penghiburan (sekaligus sebagai jawaban pertanyaan bagi kaum Yahudi saat itu, yang mana bakal jadi satu cerita panjang lain kalau diceritakan).

Karena itu pula saya baca surat Yusuf tadi pagi. Merasa diri sedang galau, mencari pelipur lara, diberi nasihat untuk mencari petunjuk lewat sumber kekuatan dari luar, dan petunjuk mana lagi yang lebih utama selain Al-Qur’an.

Jadi seudah subuhan, saya baca Surat Yusuf, lalu saya berhenti ditengah-tengah karena capek (ya lumayan 111 ayat). Lalu baca terjemahnya biar ngerti. Guess what I got? Sebuah cerita yang sepertinya ga ada senang-senangnya. Seorang anak, dicemburui saudara-saudaranya, lalu dibuang ke sumur di antah berantah, ayah yang sangat menyayangi si anak dibohongi anak-anaknya yang lain bahwa si anak sudah meninggal, hingga seolah dipaksa takdir untuk berpisah dengan anaknya itu. Tidak hanya itu, si anak lalu dipungut orang-orang jahat yang menjual manusia hanya beberapa dirham saja. Lalu ketika ada orang baik yang membelinya dan mencoba memberinya tempat di rumahnya, dia digoda istri si yang punya rumah, lalu difitnah sampai masuk penjara. Jika anda berada di titik itu dan melihat anak ini, mungkin anda merengut, what is wrong with this boy? what did he do to deserve this?

Saya sampai merasa bersalah karena membaca cerita ini hanya setengahnya saja. Berhenti membaca di kala cerita baru sampai pada adegan seorang ayah yang menangisi anaknya hingga matanya menjadi putih, man, I mustn’t stop reading the story in this horrifying scene. I know that this story is not only about sorrow, I know this story has a happy ending.

Jadi ya saya teruskan sampai akhir.

Di akhir surat, ditekankan kembali bahwa di dalam kisah Yusuf as ini ada ‘ibrah atau pelajaran bagi Ulul Albab; orang-orang yang berfikir. ‘Ibrah itu kata yang arti asalnya ‘abara digunakan untuk frasa “aliran sungai yang menggerakkan”. Cerita ini mungkin tidak se-menakjubkan air bah besar atau laut yang terbelah dua; tapi cerita ini punya kekuatan untuk menggerakkan perasaan kita karena memang begitu dekat dengan kita. Banyak bagian dari cerita ini mestinya relatable dengan kondisi keseharian kita. Tentang rasa cemburu yang kita miliki, menganggap enteng ketika berbuat suatu kejahatan, tata krama anak kepada orang tua dan sebaliknya, kasih sayang orang tua pada anak dan sebaliknya, tentang menahan syahwat yang menggelora bagi pria dan wanita muda, tentang ikhtiar dan tawakkal, tentang meminta tolong pada orang yang lebih kompeten, dan yang menurut saya paling penting, adalah tentang berpegang teguh pada keyakinan bahkan ketika cobaan hidup begitu mencekik.

Ibrah, pelajaran yang bisa begitu menggerakkan hati, yang dimiliki cerita ini sepertinya merupakan salah satu alasan utama mengapa kisah ini merupakan kisah terbaik.

Cerita ini mungkin penghibur dan pelipur lara Nabi Muhammad SAW, tapi cerita ini bukan semata cerita hiburan, yang ketika diceritakan sekali, akan mengurangi keinginan untuk diceritakan kedua kali. Kita tidak menonton film dengan membawa pena dan buku untuk mencatat pelajaran di film itu. Tapi di kisah ini, orang-orang sudah mempelajarinya ratusan tahun, masih ada saja pelajaran ‘ibrah yang bisa diambil. Saya mengambil satu ‘ibrah pagi ini.

Satu pelajaran penting yang saya ambil dari ngaji surat Yusuf pagi tadi adalah untuk percaya bahwa ada happy ending juga di cerita diri saya sendiri jadi saya tidak boleh berhenti di tengah-tengah. Saya harus melanjutkan jalan saya sampai akhir dengan penuh keteguhan dan penuh pengharapan pada rahmat Allah SWT. Dalam segala urusan.

Jika saya ingin meminang seorang wanita (yang mana membuat saya super galau beberapa waktu kebelakang), saya harus melanjutkan perjuangan sampai tuntas, sampai si wanita berhasil dipinang; oleh saya atau oleh laki-laki lain. Jika saya berhasil meminang dia, that will be a lovely story to tell. Tapi jika dia dipinang orang lain terlebih dahulu, ya saya harus percaya bahwa ada wanita yang lebih cocok untuk saya, dan saya harus melanjutkan jalan dan perjuangan saya untuk mendapatkan si wanita lain ini, which will be a better story, altough it might feel painful at first.

Dan saya juga tidak boleh menutup kemungkinan bahwa cerita saya mungkin selesai ditutup maut besok lusa atau beberapa saat lagi; jadi semua kegalauan itu tak berarti juga. Saya selalu berdoa agar dijemput maut dalam keadaan ikhlas diliputi dua kalimat syahadat. Dan kalau cerita saya memang berakhir demikian dan saya dapat tempat terbaik di alam sana (Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin), maka cerita bagaimana lagi yang saya inginkan? It’s the best possible story for me.

No wall can block me from the love of Allah…
And no wall can block me from the destiny that He writes for me…
Insya Allah… I’ll fight ‘til the end of my story with the believe and grateful feeling.
And I hope you’ll also fight that way,
May Allah give us the strength to overcome this life with the best possible story a human being can have.
Aamiin.

Subhanallah wa Bihamdihi,
Wallahu A’lam.

Fajrin Yusuf M
Garut, 2 Oktober 2018




****

SUKA DENGAN TULISAN SAYA?

Kalau suka, tolong di share dong tulisannya, biar makin banyak yang main ke sini.
Kalian juga bisa berlangganan tulisan saya lho. Klik Disini.
Kalau tidak suka juga tidak apa-apa; boleh lah kritiknya disampaikan di kolom komentar di bawah. 🙂

Share

Published byFajrin Yusuf

AsGar, Social Entrepreneur, Hiker, Writing to Kill Time

No Comments

Post a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Share