Bandung, 17 Oktober 17

Hari ini saya jalan kaki dari Terminal Leuwi Panjang ke Gerbang Tol Mochammad Toha, Bandung. Bukan perjalanan yang menyenangkan. Sepanjang jalan melihat selokan-selokan dengan air menghitam dan bau, anak-anak punk dekil pada merokok di pinggir jalan, gelandangan yang lagi tidur, berlatar gedung dealer mobil Mazda dan Chevrolet.

Tidak ada misi luar biasa dari perjalan-kakian saya di Bandung ini. Terkadang saya melakukannya begitu saja. Mungkin kebiasaan dari sejak SMA, pulang jalan kaki dari Kerkoff ke Pataruman (sekitar 2km). Terkadang saya malah pakai jalan memutar yang lebih jauh. Terkadang malah sambil sengaja hujan-hujanan.

Tapi kalau dipikir-pikir, ada alasan mengapa saya jalan kaki tadi sore. Pertama karena pagi harinya saya baru dapat pengalaman tidak menyenangkan di Elf yang membawa saya dari Garut ke Leuwi Panjang. Yah, kisah singkatnya adalah saya harus bayar dua kali lipat dengan waktu tempuh dua kali lebih lama. Sebenarnya Elf-nya ngebut, tapi waktu ngetemnya lebih lama dari waktu jalannya. Malah di tengah perjalanan, si sopir Elf ini dikasih tau penumpang yang baru mau naik kalo minyak rem Elf-nya bocor netes-netes. Jadi di Cileunyi saya dan penumpang lainnya mesti dioper ke Elf lain.

Saya tidak begitu ambil pusing soal uang. Soal waktu mungkin agak jengkel, karena saya ada janji jam 2 siang; saya sampe di Leuwi Panjang jam 3 sore lebih semenit. Padahal saya udah ancang-ancang pergi dari rumah jam 9 pagi. Yang paling bikin saya ga habis pikir adalah si Elf ini jalan dari Garut ke Cileunyi dengan minyak rem yang bocor menetes-netes. Lah, kalau rem-nya tiba-tiba ga berfungsi pas lagi ngebut gimana? Na’udzubillahi min dzalik…

Alhamdulillah, masih diberi keselamatan. Syukur juga karena masih disempatkan menepati janji saya yang jam2 siang, walau tiba jam3.

Urusan saya di Bandung hanya 10 menit saja. Jam 3.30 saya masih sempat sembahyang dan makan di sebuah warteg kecil di Leuwi Panjang. Seudah makan, saya bisa langsung naik Elf lagi untuk pulang ke Garut. Tapi saya tidak tertarik. Saya juga bisa naik angkot ke Moh. Toha. Tapi saya juga tidak tertarik naik angkot. Jadi saya jalan kaki saja sambil cari inspirasi.

Menolaki semua tawaran kondektur elf yang datang terasa cukup menyenangkan.

***

Percaya atau tidak, ini bukan pertama kalinya saya jalan kaki begini di sekitaran Bandung bagian sini. Saya punya memori yang lebih tidak menyenangkan tentang perjalan-kakian solo di sekitar Leuwi Panjang ini. Jadi perjalanan tadi sebenarnya tidak sebegitu tak-menyenangkan. Trust me, I’ve seen much much worse.

Malah, sesampainya di Moh Toha, saya disambut bus damri DU – Jatinangor penuh dengan mahasiswi-mahasiswi Unpad yang sepertinya sudah mandi parfum. Bus damri-nya penuh; jadi saya harus lanjut berdiri di bus damri sampai Cileunyi (setelah jalan kaki dari Leuwi Panjang). Tapi berdiri di damri ini terasa jauh lebih baik daripada duduk manyun di dalam Elf ga jelas.

Terlebih karena banyak hal yang bisa diamati: ada seorang mahasiswi dengan almamater Unpad yang sepanjang perjalanan nonton video klip kpop lewat hp-nya, seorang chinese yang ketawa-ketiwi sambil chatting lewat hp-nya pakai huruf-huruf mandarin, satu grup mahasiswa yang obrolannya tinggi banget, ibu-ibu yang lagi ngasih mimi bayinya, ada juga yang tidur-tidur; semuanya dengan urusannya masing-masing. Entah mengapa, melihat tayangan ini saya merasa damai.

Mungkin karena ada AC yang lumayan bikin adem.

***

Setelah agak macet di pintu tol, saya turun di Cileunyi dan lanjut naik Bus Primajasa ke arah Garut. Syukur masih ada tempat duduk tersisa di belakang bangku sopir. Ongkosnya fix Rp17.000,- dari Cileunyi ke Garut. Bisa lebih murah kalau mau naik angkot dulu ke Dangdeur. Tapi saya sudah cukup capek. Yah, mungkin karena capek, saya juga langsung ketiduran.

Saya terbangun di daerah Leles karena ada banyak suara sirene polisi. Penumpang-penumpang lain langsung mengobrol tentang Pak Jokowi yang katanya sedang berkunjung ke Garut. Beberapa membahas pembangunan bandara di Sumedang, beberapa lagi berkelakar Pak Jokowi sedang bagi-bagi sepeda di Pesantren Darul Arqam. Yang lain mengeluhkan kemacetan akibat rombongan Pak Presiden ini.

Sepertinya memang polisi ini sedang mengamankan jalan untuk rombongan Pak Presiden, pikir saya. Tetiba jumlah polisinya jadi banyak. Semua mobil dari arah berlawanan harus menepi dan berhenti, termasuk bus yang saya tumpangi. Iring-iringan Presiden mulai berdatangan.

nu mana mobil Presiden teh cing?” (mobil presidennya yang mana?) tanya Si Sopir Bus Primajasa.

nu aya banderaan biasana mah mang.” (yang ada benderanya, mang.) kata seorang penumpang.

Betul saja, dari kejauhan terlihat sebuah mobil sedan hitam dengan bendera Indonesia berkibar di depannya. Saya tahu itu mobil presiden dari plat nomornya. Ketika mobil Presiden lewat, si sopir bis berteriak keras.

Goblog!!! Menta duit atuh!!!”, katanya, diikuti tawa terbahak-bahak semua penumpang bis.

Si supir bis juga ketawa, geli karena ulahnya sendiri. Saya juga.

***

Saya tiba di rumah sekitar jam 7 malam. Diiringi urgensi untuk menceritakan pengalaman saya hari ini. Tapi yah, inilah hasilnya. Semoga ada manfaatnya walau saya ragu bakal ada. Wkwkwk…

Fajrin Yusuf M.
Garut Bandung Garut, 17 Oktober 17

Sebenarnya ada satu part cerita lagi hari ini. Ketika sampai rumah, saya disuruh beli Hisana karena orang rumah belum pada makan. Jadi malam ini saya lanjut momotoran keliling Garut, mencari Hisana sambil nyanyi-nanyi. 🙂

yah, maaf kalau ceritanya tidak berfaedah. :p

***



SUKA DENGAN TULISAN SAYA?

Kalau suka, kalian bisa berlangganan tulisan saya lho. Klik Disini.
Kalau tidak suka juga tidak apa-apa; boleh lah kritiknya disampaikan di kolom komentar di bawah. 🙂

Share

Published byFajrin Yusuf

AsGar, Social Entrepreneur, Hiker, Writing to Kill Time

No Comments

Post a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Share