Rasanya Hidup di Daerah Paling Rawan Bencana di Dunia

Rasanya Hidup di Daerah Paling Rawan Bencana di Dunia

Indonesia adalah salah satu negara paling rawan bencana di Dunia. Kata pak Sutopo, dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indonesia itu peringkat tertinggi dunia untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, dan letusan gunung berapi. Indonesia juga ada di peringkat tiga untuk ancaman gempa, dan peringkat keenam untuk bahaya banjir. Jadi tentulah Indonesia ada di salah satu peringkat tertinggi negara yang paling rawan terkena bencana. Menjadi orang Indonesia berarti harus siap berkelindan dengan peristiwa bencana.

Tapi Indonesia kan luas? ngga semua daerah di Indonesia rawan bencana dong!

Salah! dari semua kabupaten/kota di Indonesia, hanya ada 20 saja yang indeksnya menunjukkan tingkat kerawanan yang rendah, itupun kebanyakan berada di wilayah Papua (karena jumlah penduduk sedikit, resiko alam sedikit, resiko kerugian sedikit). Malah sebanyak 396 dari hampir 500 kabupaten/kota di Indonesia mendapat angka indeks kerawanan bencana yang tinggi.

Nah, sialnya, Garut ada di peringkat pertama, kota dengan indeks kerawanan bencana tertinggi se-Indonesia. Tidak hanya itu, di peringkat kedua dan keempat ada Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Bandung; dua Kabupaten yang mengapit Garut. Data ini membuat Garut resmi jadi daerah paling rawan bencana di Indonesia; malah mungkin di Dunia. Wow banget kan!

Apakah berlebihan? Menurut saya tidak. Dua tahun kemarin Garut diwarnai dengan bencana yang cukup besar, banjir bandang Cimanuk 2016 dan kebakaran ratusan hektar hutan Papandayan 2015. Longsor-longsor yang terjadi di Garut Selatan setiap musim hujan juga seolah sudah biasa terjadi. Saya juga sudah terbiasa melewati jalan yang tergerus longsor dalam perjalanan ke Garut Selatan.

View post on imgur.com

Sungai Cimanuk adalah sungai dengan koefisien rasio sungai paling tidak sehat di Indonesia, dengan nilai 713 (batas normalnya ada di angka 80). Koefisien ini adalah angka yang menunjukkan perbandingan debit maksimum sungai saat terjadi hujan dibanding debit minimum saat kemarau. Sulit membayangkan bagaimana besarnya debit air Sungai Cimanuk maksimum: 713 kali lipat debitnya saat kemarau.

Belum lagi dengan resiko gunung api. Ada banyak kawah yang siap muntah di Garut, mulai dari Papandayan, Guntur, Kamojang, dan Talagabodas. Kata BNPB, Gunung Guntur adalah gunung paling ditakutkan untuk meletus di Indonesia. Energi yang sudah tersimpan lama dan lokasinya yang sangat dekat dengan pemukiman membuat resikonya menjadi sangat tinggi. Gunung Papandayan yang sangat aktif juga bisa meletus setiap saat (terakhir 2002). Bahkan ketika Galunggung, yang notabene berada di Tasik, meletus tahun ‘82, Garut adalah salah satu daerah terdampak yang paling parah.

View post on imgur.com

Tambah lagi resiko gempa vulkanik, gempa tektonik, kebakaran hutan, dan bencana lainnya. Yah, memang Garut itu selain lengkap potensi wisatanya, juga lengkap resiko bencananya.

***

Anehnya, sebagai warga yang hidup di daerah paling rawan bencana di Indonesia, saya tidak merasa ada keresahan atau ketakutan yang menghinggapi masyarakat di sini; kecuali ketakutan mereka yang masih tinggal di bantaran Sungai Cimanuk ketika hujan deras tiba. Selebihnya, ya biasa saja. Malah sesudah banjir bandang itu saya tidak tahu apakah ada upaya mitigasi untuk mencegah hal itu terjadi lagi. Kalaupun ada pasti skalanya kecil sampai tidak terlihat media; seperti sekelompok anak muda yang mencoba menanam pohon di hulu Sungai Cimanuk, atau sekelompok pecinta alam yang melatih diri untuk penanggulangan kebakaran hutan setelah terjadinya kebakaran hutan Papandayan. Upaya mulia dari anak-anak muda ini tidak mendorong adanya upaya yang lebih besar dari pihak-pihak yang mempunyai banyak resource (e.g. pemerintah).

Seperti kata pak Sutopo dari BNPB, “Mitigasi bencana belum menjadi budaya kita. Kita cenderung acuh tak acuh serta pasrah terhadap potensi-potensi bencana di sekitar kita.”

View post on imgur.com

Kini bahkan di daerah Rengganis, tepat di atas Mesjid yang rata dengan tanah karena terjangan banjir bandang kemarin, sudah kembali berdiri Mesjid yang baru. I mean, yeah, bikin Mesjid itu bagus, apalagi ada orang-orang dermawan yang membiayainya, tapi bikin Mesjid (atau bangunan apapun) tepat di pinggir Sungai Cimanuk yang sebegitu tidak sehatnya itu bukan ide yang bagus. definitely not a good idea. Kita memang sepertinya abai…

Atau jika Gunung Guntur meletus (na’udzubillahi min dzalik), saya juga masih belum tahu harus berbuat apa, atau menunggu komando dari siapa, atau evakuasi kemana. Setahu saya cuma sekali dulu ada simulasi tanggap bencana di kaki Gunung Guntur, tahun 2013 lalu ketika status gunungnya naik jadi Waspada; itupun ngga semua warga tahu. Sejauh ini, ancaman itu belum terasa nyata; hampir sama-lah seperti ancaman api neraka. Toh, prostitusi juga masih marak kok di Cipanas yang cuma beberapa kilometer saja dari kawah Gunung Guntur, haha…

“Matahari belum lagi terbit ketika tiba-tiba terbentuk tiang api dan asap dari kawah. Lava membara mengalir ke semua arah dari tepinya… Tiada batang rumput menghiasi Gunung Guntur dari kaki hingga puncak, sama sekali gundul, ia menjulang dalam kegelapan lontaran kelabu kotor kehitaman, bagaikan suatu gambaran kehancuran.”

 

Franz Wilhelm Junghuhn, naturalis Belanda, menceritakan sejarah letusan Gunung Guntur tahun 1840 dalam 13 Goentoer, Java Tweede Afduling, De Vulkaan en Vulkanische Verschjnslen West-en Midden-Java (1850)

Jangankan untuk upaya mitigasi, seismograf-nya PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) yang dipakai untuk mengamati aktivitas gunung api saja masih sering ada yang nyuri komponen dan baterai-nya. Super-madness!!! Di Gunung Guntur, sekalinya seismograf aman, malah terganggu sensornya sama aktivitas tambang pasir. Elah…

Sepertinya kita sudah cukup puas dengan memasrahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa, tanpa banyak usaha… (termasuk urusan jodoh, eh?)

***

Barusan saya nonton video youtube tentang bagaimana orang-orang Jepang sana membuat upaya mitigasi bencana; membuat gedung tahan gempa, alarm peringatan tsunami, latihan earthquake drill, shelter untuk warga terdampak, dan memperlihatkan kepada dunia bahwa mereka itu paling expert dalam masalah disaster management, baik itu pencegahan maupun respon penanggulangan. Di situ kadang saya merasa kagum.

Bagaimana dengan kita? Bagaimana rasanya hidup di daerah paling rawan bencana? Jawabannya mungkin, “yah, biasa saja tidak ada yang beda…“; buat kita bencana-bencana seperti banjir jakarta, longsor di daerah pelosok, gempa di padang, angin puting beliung di daerah pesisir, gunung naik statusnya, itu semua kayaknya sudah jadi berita biasa. Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Tidak ada pembelajarannya…

Astaghfirullah, wallahu’alam.

Letusan Gunung Papandayan 2002: Garut Rawan Bencana Alam (via http://www.vsi.esdm.go.id)
Letusan Gunung Papandayan 2002: Garut Rawan Bencana Alam (via http://www.vsi.esdm.go.id)

***

Oleh Fajrin Yusuf M

Kalau kalian googling daerah paling rawan bencana di dunia, ga akan ada Garut sih. Pasti yang muncul kota-kota besar aja, karena kebanyakan perhitungan kerawanan bencana juga mempertimbangkan potensi kerugian infrastruktur dan orang yang terdampak. Da Garut mah apa atuh, cuma kota figuran aja…

list bencana di Garut dan sekitarnya (seenggaknya yg masuk media):
– Banjir bandang Cimanuk, 2016
– Kebakaran hutan Papandayan, 2015
– Banjir bandang Cikajang, 2014
– Banjir bandang Pameungpeuk, 2011,
– Gempa Pameungpeuk, 2009
– Letusan Gunung Papandayan, 2002
– Letusan Galunggung, 1982
– Gempa Garut, 1979
– Longsor dan angin puting beliung hampir setiap tahun di berbagai lokasi.

Sumber-sumber:

http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gerakan-tanah/kejadian-gerakan-tanah/1305-laporan-singkat-pemeriksaan-banjir-di-das-cimanuk-kab-garut-jawa-barat
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia_tsunami.shtml https://nasional.tempo.co/read/news/2016/09/21/058806151/banjir-garut-bnpb-das-cimanuk-kritis
https://news.detik.com/berita/d-3342982/seismograf-kerap-digondol-pencuri-begini-reaksi-menteri-jonan/komentar

*******



Suka dengan tulisan saya?

Kalau suka, kalian bisa berlangganan tulisan saya lho. Klik Disini.
Kalau tidak suka juga tidak apa-apa; boleh lah kritiknya disampaikan di kolom komentar di bawah. 🙂

Share

Published byFajrin Yusuf

AsGar, Social Entrepreneur, Hiker, Writing to Kill Time

6 Comments

Post a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Share